Cerpen
KETIKA PULANG
Gelar Rusdiana MA
Babak baru akan dimulai………
Pada perjuangan, pergerakan……
Menoreh sejarah
Mengukir lembar waktu……………
Jakarta , tanpa tanggal dan bulan 2000
Panji-panji perjuangan berkibar, teriakan-teriakan semangat lantang bergema sejak dari awal kami berkumpul, kami menyebutnya pos komando perjuangan UI salemba, ditempat ini bergabung hampir seluruh BEM dari kepulauan jawa. Aku berdiri dibaraisan tengah, terus terang aku takut, ini aksi yang pertama kali aku ikuti, hingga orasi-orasi yang menggetarkan yang membuat sedikit demi sedikit aku berani. Sebelumnya, aku tidak pernah memikirkan akan terjun ke aksi seperti ini, bayanganku, dunia kampus adalah dunia yang mengasyikan, perpustakaan, kerja kelompok, mengerjakan seabrek tugas, konsultasi dengan dosen, dll. Ah… Tapi, Pertemuan rutin yang mengantarkan aku bergabung dengan barisan mereka, dari
Begitulah mahasiswa, saat kondisi aksi semakin panaspun ada saja antraksi-antraksi yang mengundang tawa, lucu. Bahkan tidak sedikit masyarakat, para pedagang yang turut menyaksikan adegan-adegan lucu ala mahasiswa, tentu lucu dan bermuatan politis. Sesaat aku kalap, polisi dihadapanku berubah menjadi garang, saat mahasiswa mencoba menerobos brikade jajaran polisi anti huru hara, korlap terus memberikan semangat, polisipun sama memberikan peringatan-peringatan yang disambut dengan lagu-lagu perjuangan kami, para kuli gambarpun sibuk memantau, merekam perkembangan aksi kami yang sudah mengepung hampir seluruh istana negara.
Itulah awal babak baru bagiku, rekaman aksi tadi benar-benar membuat kenyataan terbalik dengan yang aku konsumsi dimasyarakat luas, Jakarta menjelang sore, bus yang telah kami tumpangi perlahan meninggalkan kota metropolitan, bukan, bukan untuk meninggalkan selamanya, tetapi suatu saat aku dan teman-teman dari Bandung akan kembali.
Usia almamaterku sudah semakin larut, puluhan aksi telah aku ikuti, dan aku terbiasa. Tak ada takut, “bukankah jihad terbesar adalah menyatakan kebenaran dihadapan peminpim yang dzalim”, ya, aku mengingat perkataan itu dari ustadz pembingbingku saat akan aksi keterlibatan KKN gubernur Jabar 5 bulan yang lalu. Ya, aku akan terus merekam perkataan itu, agar suatu saat aku dapat memutar kembali perkataan untuk adik-adik binaanku. Insya Allah kelak merekapun siap terjun dalam berbagai aksi.
Perjuangan itu tidak akan pernah berakhir, meskipun April dimuka aku harus meninggalkan gerbang kampus perjuangan, tempat pertama kali aku berta’aruf dengan pembinaan, mengenal Islam dan merasakan kelezatan iman, menyerahkan seluruh pikiran untuk dakwah, pembinaan dan mentoring. Sebentar lagi masa itu akan berlalu, pengalaman berharga yang talah aku keruk dari kampus adalah bekal untuk hidupku dimasyarakat dan bergabung dengan ikatan dakwah yang lebih besar.
Jaket abu-abu, almamaterku telah aku rapihkan, “saatnya meninggalkan kampus” gumamku lirih, angin pelataran Lembang menerpa, dari kejauhan aku melihat menara mesjid Al-Furqan menjulang memberi semangat bagi siapapun yang datang kekampus itu.
Garut, suatu saat……2004
Pagi belum begitu sempurna, mentaripun baru sedikit menitipkan cahayanya, Gunung Papandayan yang pernah marah, masih asyik dengan selimut putihnya. Aku telah kembali kekota kesayanganku, dan aku yakin kedatanganku hari tidak sendiri, selembar biodata telah aku terima seminggu yang lalu, seperti sebelumnya aku tidak akan menolak siapapun yang datang mengetuk hati, dan mudah mudahan ini yang terakhir, setelah lelah mencari.
Ketika kami mengerti bahasa hati
Kami biarkan pautan hati kami untuk mewarnainya
Dengan kerinduan, hasrat dan impian-impian indah kami
Dan kamipun menyadari….
Kami sangat berbeda, namun lengkap dengan keserasian
Izinkan kami untuk memulainya
Mewujudkan impian indah kami
Mengisi sisi hati kami yang kosong dan sepi
Dengan menyempurnakan sebagian dien kami
Hingga suatu saat…..
Kami tetap menjaga janji itu,
Dengan bahasa indah yang kerap kita katakan bersama
Dari hati-hati kami yang memendam rindu
Dan bahasa indah itu bernama cinta…
(Puisi, Janji untuk bidadari hati, hal.3)
Garut, Februari 2004
Pelataran Al-furqan, Maret 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar