Cahaya di atas cahaya, Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui atas segala sesuatu (An-Nuur 35)

Senin, 14 Juni 2010

Cerpen

KETIKA PULANG

Gelar Rusdiana MA

Babak baru akan dimulai………

Pada perjuangan, pergerakan……

Menoreh sejarah

Mengukir lembar waktu……………

Jakarta, tanpa tanggal dan bulan 2000

Panji-panji perjuangan berkibar, teriakan-teriakan semangat lantang bergema sejak dari awal kami berkumpul, kami menyebutnya pos komando perjuangan UI salemba, ditempat ini bergabung hampir seluruh BEM dari kepulauan jawa. Aku berdiri dibaraisan tengah, terus terang aku takut, ini aksi yang pertama kali aku ikuti, hingga orasi-orasi yang menggetarkan yang membuat sedikit demi sedikit aku berani. Sebelumnya, aku tidak pernah memikirkan akan terjun ke aksi seperti ini, bayanganku, dunia kampus adalah dunia yang mengasyikan, perpustakaan, kerja kelompok, mengerjakan seabrek tugas, konsultasi dengan dosen, dll. Ah… Tapi, Pertemuan rutin yang mengantarkan aku bergabung dengan barisan mereka, dari sana aku menyadari peran penting mahasiswa dan juga sekaligus sebagai peran seorang manusia, hamba Allah. Waktu sudah semakin siang, mahasiswa yang berkumpul sudah semakin banyak, fokus perjuangan kami pada aksi hari ini penetangan terhadap “rezim nyeleneh” dan menuntutnya untuk mundur. Perlahan kami berjalan meninggalkan gerbang kampus, yel-yel, lagu perjuangan dari mobil soud terus memberi semangat, menggugah hingga aku larut dalam suasana yang belum aku rasakan sebelumnya, “hati-hatiii, hati-hatiii provokasi” kami serampak meneriakan yel tersebut, dan kami terus berjalan dengan tertib. Istana negara sekarang ada didepan mata, aparat keamanan sudah dari tadi “menyabut” kami dengan blokade pagar berdurinya, berhadapan dengan kami sepertinya berhadapan musuh, lihat penampilan mereka, yang menurutku penampilan seperti itu layak mengikuti peperangan menumpas GAM di Nanggroe Aceh Darusalam, bukan dengan kami yang hanya memiliki suara lantang kebenaran, keadilan dan kejujuran.

Begitulah mahasiswa, saat kondisi aksi semakin panaspun ada saja antraksi-antraksi yang mengundang tawa, lucu. Bahkan tidak sedikit masyarakat, para pedagang yang turut menyaksikan adegan-adegan lucu ala mahasiswa, tentu lucu dan bermuatan politis. Sesaat aku kalap, polisi dihadapanku berubah menjadi garang, saat mahasiswa mencoba menerobos brikade jajaran polisi anti huru hara, korlap terus memberikan semangat, polisipun sama memberikan peringatan-peringatan yang disambut dengan lagu-lagu perjuangan kami, para kuli gambarpun sibuk memantau, merekam perkembangan aksi kami yang sudah mengepung hampir seluruh istana negara.

Itulah awal babak baru bagiku, rekaman aksi tadi benar-benar membuat kenyataan terbalik dengan yang aku konsumsi dimasyarakat luas, Jakarta menjelang sore, bus yang telah kami tumpangi perlahan meninggalkan kota metropolitan, bukan, bukan untuk meninggalkan selamanya, tetapi suatu saat aku dan teman-teman dari Bandung akan kembali.

Bandung, Tanpa tanggal Januari 2004

Usia almamaterku sudah semakin larut, puluhan aksi telah aku ikuti, dan aku terbiasa. Tak ada takut, “bukankah jihad terbesar adalah menyatakan kebenaran dihadapan peminpim yang dzalim”, ya, aku mengingat perkataan itu dari ustadz pembingbingku saat akan aksi keterlibatan KKN gubernur Jabar 5 bulan yang lalu. Ya, aku akan terus merekam perkataan itu, agar suatu saat aku dapat memutar kembali perkataan untuk adik-adik binaanku. Insya Allah kelak merekapun siap terjun dalam berbagai aksi.

Perjuangan itu tidak akan pernah berakhir, meskipun April dimuka aku harus meninggalkan gerbang kampus perjuangan, tempat pertama kali aku berta’aruf dengan pembinaan, mengenal Islam dan merasakan kelezatan iman, menyerahkan seluruh pikiran untuk dakwah, pembinaan dan mentoring. Sebentar lagi masa itu akan berlalu, pengalaman berharga yang talah aku keruk dari kampus adalah bekal untuk hidupku dimasyarakat dan bergabung dengan ikatan dakwah yang lebih besar.

Jaket abu-abu, almamaterku telah aku rapihkan, “saatnya meninggalkan kampus” gumamku lirih, angin pelataran Lembang menerpa, dari kejauhan aku melihat menara mesjid Al-Furqan menjulang memberi semangat bagi siapapun yang datang kekampus itu.

Garut, suatu saat……2004

Pagi belum begitu sempurna, mentaripun baru sedikit menitipkan cahayanya, Gunung Papandayan yang pernah marah, masih asyik dengan selimut putihnya. Aku telah kembali kekota kesayanganku, dan aku yakin kedatanganku hari tidak sendiri, selembar biodata telah aku terima seminggu yang lalu, seperti sebelumnya aku tidak akan menolak siapapun yang datang mengetuk hati, dan mudah mudahan ini yang terakhir, setelah lelah mencari.

Ketika kami mengerti bahasa hati

Kami biarkan pautan hati kami untuk mewarnainya

Dengan kerinduan, hasrat dan impian-impian indah kami

Dan kamipun menyadari….

Kami sangat berbeda, namun lengkap dengan keserasian

Izinkan kami untuk memulainya

Mewujudkan impian indah kami

Mengisi sisi hati kami yang kosong dan sepi

Dengan menyempurnakan sebagian dien kami

Hingga suatu saat…..

Kami tetap menjaga janji itu,

Dengan bahasa indah yang kerap kita katakan bersama

Dari hati-hati kami yang memendam rindu

Dan bahasa indah itu bernama cinta…

(Puisi, Janji untuk bidadari hati, hal.3)

Garut, Februari 2004

Buat teman-teman Wisma Al-Izzah (UPI), Santri Mimkho Dago, Kang Tori (UI), Rizki Mulyawan (STAN), Indra (UNPAD), Toto & Rudiyanto (ITB), Agus & Siddik (UNISBA), Dori (UNPAS) setitik pengalaman interaksi dengan kalian, menjadi lautan Ibroh yang tak ternilai harganya. Syukran.

Pelataran Al-furqan, Maret 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar